“Saya tegaskan kepada kepala daerah di Pegunungan Tengah agar dapat mencontoh Kabupaten Puncak Jaya dalam penanganan KKB secara humanis dan pendekatan kesejahteraan.”
Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
“Kiranya ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah baik kabupaten/kota maupun provinsi di Papua dalam mengelola pemerintahan, terutama dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan gangguan keamanan.”
Dr. Ir. Apolo Safanpo
Rektor Universitas Cenderawasih
Dua kutipan di atas menjadi penguat lahirnya buku ini. Pernyataan atau apresiasi Kapolri itu disampaikan bersama Panglima TNI saat itu, Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P saat memberikan motivasi kepada prajurit TNI-Polri di Papua dan bertemu dengan 10 bupati dari Pegunungan Tengah Papua serta tokoh masyarakat di Hotel Suni Garden Lake, Kamis (27/5/2021), sebagaimana dikutip sejumlah media, sedangkan pernyataan Rektor Universitas Cenderawasih disampaikan pada saat ujian terbuka disertasi penulis buku ini (2021).
Kabupaten Puncak Jaya, yang dahulu dicitrakan sebagai wilayah konflik yang sangat rawan dan bahkan menjadi pusat kegiatan Organisasi Papua Merdeka (OPM), dalam lima tahun terakhir berubah menjadi daerah aman, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat yang kembali normal. Salah satu faktor utama di balik perubahan itu ialah kepemimpinan dan kebijakan publik yang mengintegrasikan dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam kebijakan pemerintah.
Buku ini menyajikan pendekatan humanis yang segar dan inovatif dalam menghadapi gangguan keamanan. Pendekatan tersebut dikaji melalui penelitian lapangan untuk disertasi dan dipertahankan oleh penulisnya di Universitas Cenderawasih. Atas permintaan sejumlah pihak, disertasi ini dihadirkan dan disajikan secara ilmiah populer dalam buku ini.
Di tengah kondisi keamanan yang tidak menentu, bahkan mengancam kehidupan masyarakat, di sejumlah wilayah di Papua, kedamaian, keamanan, dan kenyamanan di Kabupaten Puncak Jaya menjadi sebuah asa bagi masyarakat Papua dalam menatap masa depan. Inilah fakta damai di antara pusaran konflik.
Komarudin Watubun, S.H., M.H., Anggota DPR RI Dapil Papua yang juga ketua Pansus UU Otsus Jilid II dalam sambutan buku ini mengatakan berdasarkan data yang ia miliki, konflik ‘terakhir’ muncul pada medio 2017. Setelah itu, bisa dikatakan nihil konflik. Fakta ini semakin menguatkan hasil disertasi Yuni Wonda di buku ini. Di Mata Komarudin Watubun, memang demikianlah yang dirasakan penduduk di Puncak Jaya, mereka merasa nyaman, aman dan tenang. Padahal, sebelum 2017, bahkan jauh sebelum itu, Puncak Jaya menjadi markas kekerasan. Konflik menyelimuti wilayah itu, kekerasan menjadi ‘sahabat’ warga disana. Kini, Puncak Jaya menjadi episentrum kedamaian di tengah wilayah lain di sekitarnya yang masih harus menghadapi konflik ‘tak berujung’.
Komar menambahkan, Yuni Wonda, penulis buku ini dan Bupati Puncak Jaya sebanranya secara tak sadar telah menerapkan pesan Bung Karno. Ia mampu mengendalikan dirinya untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, tapi dengan manajemen diri sebagai pemimpin. Bung Karno berpesan; “Menaklukkan ribuan manusia mungkin tidak disebut pemenang, tapi bisa menaklukkan diri sendiri disebut penakluk yang brilian!” Yuni Wonda juga yakin akan kemampuan dirinya menghadapi beragam kemauan rakyatnya. Ini hanya bisa dicapai jika pemimpin mau duduk, mendengar, bekerja dan mengikuti kemauan rakyatnya selagi itu dalam bingkai konstitusi.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Cenderawasih, Papua, Prof. Dr. Drs. Akbar Silo, MS mengatakan, alur pikir akademis Yuni Wonda dalam menyusun karyanya ini, merupakan kontribusi penting bukan hanya dalam khazanah keilmuan tentang Papua, melainkan juga pada upaya membangkitkan dan membangunkan kesadaran publik Papua secara khusus dan publik Indonesia secara umum untuk mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Ditambahkan Akbar Silo, dalam posisinya sebagai ‘penguasa’ di Puncak Jaya, Saudara Yuni Wonda secara tidak langsung ‘menentang’ pakem yang selama ini disampaikan oleh sejumlah ilmuwan, yakni adanya pemisahan kekuasaan pemerintah melalui dua fungsi politik dan administrasi. Menurut Frank J. Goodnow dikotomi politik-administrasi memiliki dua hal yang berlainan. Politik berkaitan dengan perumusan kebijakan. Sementara administrasi berkaitan pelaksanaan kebijakan. Ini seakan ‘tidak berlaku’ pada kondisi darurat konflik, sehingga langkah yang dilakukan oleh Yuni Wonda adalah bagaimana Puncak Jaya bisa damai, aman dan pembangunan bisa berkelanjutan. Berbagai langkah ‘tidak lazim’ ia lakukan demi mencapai itu.
***